95 99 1798

Menyusuri Bentangan Pantai Kayuangin-Tamborasi

Tidak Seru Jika Tak Merasakan Langsung Keindahannya

Sebagai kawasan pesisir yang berada di wilayah teluk Bone, Kabupaten Kolaka memiliki pesona pantai yang eksotis. Panorama pantai dengan pasir putihnya yang membentang, memukau pandangan saat berwisata mengisi liburan. Akhir pekan lalu, bersama kawan-kawan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas 19 November Kolaka, saya menikmati pesona pantai wilayah utara Kolaka dengan cara berbeda. Yaitu melakukan Susur Pantai dari Tanjung Kayuangin sampai ke Sungai Tamborasi.

GUGUS SURYAMAN,
Kolaka

Kabupaten Kolaka terbentang pada titik koordinat 03 derajat Lintang Selatan dan 121 derajat Bujur Timur. Posisinya terletak tepat di kawasan Teluk Bone. Kabupaten dengan julukan Bumi Mekongga ini, memiliki bentangan pantai yang indah. Dari ujung selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bombana, hingga ujung utara yang berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Utara. Itu terlihat dari banyaknya kawasan wisata Kolaka yang menyajikan panorama pantai sebagai objeknya.

Seperti Pantai Piturua di Kecamatan Watubangga, Pantai Lawania di Tanggetada, Pantai Harapan di Pomalaa, Pantai Berty, Mandra dan Ria di wilayah Kota, Tanjung Kayuangin dan Pantai Malaha di Samaturu, juga sungai terpendek di dunia yaitu Sungai Tamborasi di Wolo, yang juga merupakan tempat wisata pantai. Serta masih banyak kawasan pantai lainnya yang tak kalah eksotis namun tidak pernah atau jarang dipromosikan sebagai tempat wisata. Semisal Konaweha dan lainnya.

Padahal kalau dikembangkan, promosi digencarkan, publikasi digemborkan, bisa jadi Kolaka menjadi tujuan wisata turis mancanegara ataupun domestik yang tak kalah heboh. Apalagi kalau semua fasilitas pendukung untuk berwisata terpenuhi. Seperti penginapan, rumah makan hingga sarana berwisata pantai.

Yang membuat pantai-pantai di Kolaka layak jual, adalah bentangan pantainya yang memanjang diatas hamparan pasir putih. Kondisi lautnya yang tidak terlalu berombak kencang diwilayah pantai wisata, juga pesisirnya tidak terlalu dalam. Ditambah airnya yang bersih berwarna hijau, serta pohon peneduh didaratannya untuk bersantai yang cukup tersedia. Semua terasa komplit sebagai tempat menghabiskan liburan bersama keluarga, kerabat maupun sahabat.

Bagi yang suka dengan pesona bawah laut, terumbu karang di perairan Kolaka juga tak kalah indah. Komunitas penyelaman, Kolaka Diving Club (KDC) mengungkapkan bahwa, terumbu karang di perairan Kolaka menyajikan surga bawah laut yang tak kalah dari Wakatobi. Tidak percaya? silahkan melakukan penyelaman di sekitaran pulau Padamarang. Sekitar tahun 2011 lalu, para peneliti kelautan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, pernah melakukan penelitian terumbu karang di perairan tersebut. Hasilnya, pemandangan bawah laut Kolaka menyimpan sejuta keindahan.

Kembali ke pesisir pantai. Akhir pekan lalu, saya bersama kawan-kawan mahasiswa Universitas 19 November (USN) Kolaka yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), menyusuri pantai dari Tanjung Kayuangin Desa Sani-sani, Kecamatan Samaturu, menuju Sungai Tamborasi Desa Tamborasi Kecamatan Wolo. Dengan berjalan kaki selama empat hari tiga malam. Tujuannya, selain karena hoby berpetualang, juga untuk melakukan survey jalur pantai itu sendiri. Melihat potensi wisata pantai di Kolaka khususnya wilayah utara, juga tempat-tempat yang rawan bencana dan kawasan yang terkena abrasi.

Rute yang dilalui adalah sepanjang jalur pantai di dua kecamatan itu, Samaturu dan Wolo. Menyusuri pantai sambil memetakan wilayah itu. Melewati pantai Malaha yang pernah menjadi primadona Kolaka tahun 1990an, jauh sebelum Tamborasi dan Kayuangin menjadi kawasan wisata. Malaha sendiri saat ini, namanya tenggelam ditengah sungai yang memotong pantai itu. Sejak terjadinya musibah over kapasitas perahu yang ditumpangi sejumlah anak Sekolah Dasar tahun 1993, saat menyeberangi sungai tersebut. Sehingga berkembang mitos dimasyarakat yang pada akhirnya mengangkerkan pantai tersebut.

Padahal kata Kepala Desa Malaha, Muchtar, musibah tersebut terjadi karena kelalaian manusia pada saat itu. Bukan karena sungai yang meminta tumbal. "Makanya sekarang ini saya ingin mengembangkan kembali kawasan pantai ini. Karena dulunya pernah jaya dan diresmikan oleh Mbak Tutut saat Kirab Remaja kala itu," ungkapnya.

Sepanjang pantai Malaha ke utara, kawasan pantainya berupa pasir putih. Dengan ditumbuhi pepohonan kelapa dan tanaman kebun lainnya. Termasuk jejeran pohon bakau dan pohon pelindung lainnya yang tersusun rapi menambah keindahan pantai. Lautnya dangkal serta airnya bersih. Terus ke utara sampai melewati sungai Konaweha yang luar biasa dinginnya, hingga mencapai Desa Malombo, Kecamatan Wolo.

Di Wolo, kawasan pantainya agak berbeda dengan Samaturu. Jika di Samaturu sepanjang pantai yang dilewati adalah pasir putih saja, maka di Wolo jalurnya lebih beragam dan menantang. Selain pasir putih di beberapa tempat, juga ada tebing dan bebatuan di pesisirnya. Terlebih di bagian tanjung Ladongi.

Di Tanjung Ladongi, terdapat penangkaran Mutiara, lokasi penambangan, hutan bakau, sungai Tepoe yang luasnya sekitar 30 meter dengan kedalaman hampir 2 meter, serta tempat mistis di ujung tanjung. Namanya Batu Sitoppoe atau Batu Madengkeng dalam bahasa setempat yang artinya Batu Susun. Sebuah batu yang berdiri bersusun dua di ujung tanjung. Menakjubkan memang. Di ujung tanjung yang angin dan ombaknya kencang, batu tersebut masih dapat berdiri kokoh. Walaupun saat digoyangkan, batu itu seperti akan roboh. Anehnya, kawasan itu pernah diguncang gempa hebat, namun batu tersebut masih berdiri kokoh.

Oleh warga setempat, Batu Sitoppoe dikeramatkan. Menurut warga, konon pernah sebuah kapal Jepang pada masa penjajahan mencoba menariknya, namun usaha itu gagal hingga menenggelamkan kapal tersebut. Jika sebuah batu dihadapannya yang berada ditengah laut muncul ke permukaan, itu berarti akan ada ombak kencang disitu, dan akan meminta korban. Dan lagi, kalau batu tersebut jatuh atau tenggelam, maka seluruh tanjung Ladongi akan ikut tenggelam. Tapi itulah mitos. Cerita warga setempat. Entah benar atau tidak.

Lanjut ke pantai lagi, di Tanjung Ladongi juga ada kawasan pertambangan milik PT. Wijaya Inti Lestari (WIL). Disana juga ada Jetti milik perusahaan tersebut. Disekitar kawasan pertambangan ataupun Jetti, tidak ada sama sekali harapan untuk melihat indahnya panorama pantai. Air lautnya merah, batuannya kotor, pesisir berlumpur, serta tidak ada kehidupan laut disana. Kepiting Batu pun nyaris tak ada yang hidup.

Lebih jauh ke tanjung Ladongi bagian teluk, panorama indah sesungguhnya baru terlihat. Buka cuma pasir putih, air laut yang menghijau, jejeran pohon kelapa dan pemandangan laut yang indah, tetapi ditambah pemandangan pegunungan disisi kiri dan kanannya. Serta ditemani ikan-ikan yang berlompatan dan berenang menari-nari dipinggir pantai. Penat dan lelah terobati ketika berbaring di pasirnya. Tak cukup rasanya jika tidak bermain ombak kecil disana. Serasa berada di pulau impian.

Namun saat melewati pulau Laburoko yang berhadapan dengan tanjung Ladongi sebelah barat laut, kembali kita disiksa dengan dampak penambangan di pesisir. Bahkan, lebih ke utara lagi hingga di lokasi Jetti PT. Ceria Nugraha Indotama (Cerindo), lautnya lebih parah. Tidak ada pijakan kaki yang bisa dilalui disana. Lumpur menutupi pesisir laut. Sehingga tak heran jika rumput laut warga harus dibiakkan jauh ke tengah laut. Sungai di Desa Labuan Bajo pun tak luput dari lumpur penambangan.

Saat berada di kawasan pantai Kelurahan Wolo keatas hingga Tamborasi, kembali kita disuguhkan
pemadangan laut yang asri. Hanya bedanya dengan pesisir pantai yang dilewati sebelumnya, disini ombaknya agak kencang. Itu karena tidak adanya pulau-pulau luar yang menjadi penghalang sebagai pemecah ombak.

Namun ombak tersebut kata para nelayan, tidak terlalu berbahaya jika ingin berwisata pantai.Beberapa tanggul di Desa Iwoimendaa, hancur dihantam ombak. Diduga bukan karena ombaknya yang terlalu kencang, tetapi karena pengerjaan proyeknya yang tidak beres. Asal kerja untuk meraup kentungan besar. Akibatnya bukan menjadi solusi abrasi, melainkan merusak pemandangan pantai. Masih lebih indah tanpa tanggul daripada ditanggul tapi rusah parah.

Di Tamborasi, sungai terpendek di dunia itu, panoramanya luar biasa indah. Tak cukup rasanya digambarkan dengan kata-kata saja. Hampir sama dengan pantai lainnya. Tidak seru rasanya jika tidak menyaksikan dan merasakan langsung keindahan alam ciptaan Yang Maha Kuasa itu. Hingga kita merasa kecil dihadapanNya. Seolah kita hanyalah ciptaan terkecil yang tidak ada apa-apanya. Keindahan ciptaan Tuhan itu, mengajarkan kita untuk bersyukur terhadap nikmatnya. "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan," begitu yang tertulis dalam salah satu ayatNya.(**)

1 Response to "Menyusuri Bentangan Pantai Kayuangin-Tamborasi"

  1. mantap....pengennya jg bs ikut biar bs survei bentangan terumbu karang sepanjang pantai.

    ReplyDelete

'));